Memang, sekarang mereka masih kecil.
Tetapi
dengan izin Allah mereka akan tumbuh menjadi dewasa. Mereka akan menjadi
penerus generasi yang sudah tua. Ibarat sebuah roda yang berputar, yang awalnya
posisinya di bawah suatu saat akan di atas. Kita ibaratkan anak-anak ini berada
pada posisi bawah, maka kelak mereka akan berputar dan berpindah ke atas,
tentu; merekalah calon penerusnya.
Ya, anak-anak di masjid itulah kadernya,
merekalah calon penerusnya. Begitu juga dengan saya, saudara, dan kalian semua;
adalah kader dan calon penerusnya. Suatu saat kitalah yang akan menjadi
pengganti generasi yang sudah tua, kita yang menjadi
kader-kader masa depan itu. Dan kita yang akan mengambil posisi-posisi penting
itu.
Akan tetapi, menjadi penerus tidak
semudah mengedipkan bola mata. Semua butuh proses. Semua butuh ilmu, tidak
semata-mata kita langsung menjadi penerus yang hebat. Tidak, jangan salah
faham. Perlu adanya persiapan, perlu adanya proses belajar untuk sebuah ilmu,
dan ujungnya menjadi ahli di bidang yang ditekuni.
Ketika seseorang memutuskan untuk
menjadi penerus dokter dan ahli di bidang itu, ya jelas; ilmu kedokteran yang
harus dikuasai. Ketika seseorang memutuskan menjadi seorang guru dan ahli di
bidang itu, ya jelas pula; ilmu pendidikan dan segala yang mendukungnya yang
harus dikuasai. Begitupun dengan bidang yang lainnya. Semua perlu ilmu, dan
ilmu perlu dicari. Tapi jangan salah sobat, tidak hanya ilmu dunia yang kita
cari, ada ilmu yang jauh lebih penting dari itu, ya; ilmu syar’i. Ilmu yang
kelak mengantarkan kita ke surga-Nya. Dokter saja tidak cukup, tetapi dokter
sholeh itu utama. Guru saja tidak cukup, tetapi guru sholeh yang dapat masuk
surga lebih utama. Insyaallah
Ilmu syar’i memang sangat penting
untuk dicari, namun permasalan yang tak kalah penting bagi para pencari ilmu
adalah membentengi diri dari bencana. Ada sebuah bencana yang sangat berbahaya
di saat seseorang tengah mencari ilmu. Bencana
yang menjadikan ilmu itu tidak barokah. Bencana yang menjadikan
seseorang itu tidak amanah terhadap ilmu.
Dr. ‘Aidh al-Qorni dalam bukunya Tips Belajar Para Ulama menegaskan,
“Bencana yang sangat besar dan bahaya yang mengerikan bila kita mendengar
beberapa pencari ilmu syar’i ketika belajar di sekolah, pondok pesantren dan
universitas tidak meninggalkan perbuatan curang dalam pelaksanaan ujian.” Ya
curang bahaya besar itu. Beliau juga menegaskan bahwa curang di sini salah satunya
adalah dengan menyontek.
Curang, sungguh perbuatan yang
menjadikan dia berkhianat terhadap ilmu. Para pelaku curang itu seakan tidak
melihat pengorbanan-pengorbanan kaum terdahulu dengan keikhlasan, kesabaran,
begadang hanya demi mendapatkan ilmu. Lantas dimana posisi para pelaku
curang dibanding para ulama itu. Sungguh,
jauh dan sangat jauh.
Masih ingatkah kalian? Keteguhan Abdullah
bin Abbas, demi mendapat hadits, di siang yang terik dia rela duduk menunggu di
depan pintu rumah sahabat Rasulullah. Masih ingatkah kalian? Demi mendapat ilmu,
si cerdas dari Andalusia ini rela pergi ke Madinah nan jauh untuk
bertemu Imam Malik. Masih ingatkah kalian? Karena hausnya dengan ilmu,
al-Bukhari sampai kehabisan modal dan menjadikan pakaiannya habis juga. Tetapi
di balik kesulitan itu, mereka sabar, mereka tidak mengambil cara instan dan
curang. Mereka teguh bahwa ilmu itu adalah amanah. Dan amanah itu senantiasa di
jaga, bukan dikhianati dengan melakukan perbuatan curang. Lantas bagaimana
dengan kita? Sudahkah seperti mereka?
Oleh: A.
Yusuf Wicaksono
Sumber:
Dr. ‘Aidh al-Qorni, Tips
Belajarnya Para Ulama
0 komentar:
Posting Komentar